PASANG IKLAN

Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan

Aku Semakin Bertanya - Tanya


Aku barangkali hanyalah sehelai daun di antara rimbunnya hidup yang kau punya.
Kau punya ranting dan dahan, serta batang yang kuat.

Sementara aku semakin hari semakin menguning.
Pelan-pelan mulai di goyah oleh angin.
Kau bisa dengan mudah melepas ku.

Namun, jatuh dan berterbangan tanpa arah bukanlah hal yang menyenangkan.
Aku melayang-layang tanpa tujuan.
Jatuh ke tanah.
Lalu di paksa menyerah.
Di paksa ikhlas akan hal-hal yang tak ingin ku lepas.

Aku ingin bertanya.
Pada bagian ini apakah yang menyenangkan dari jatuh cinta?

Boy Candra

WANITA YANG BERHARAP TIDAK DILIHAT


Gamis hitam yang membalut tubuhmu,
Tampa hiasan apapun, begitu menegaskan
kesederhanaan sosokmu....
Beberapa pasang mata melihatmu,
tetapi kau acuhkan itu.

Kau justru tertunduk malu, meski pandangan
mereka takkan mampu menembus tiap detail lekukmu.
Kau terus berjalan, tampa peduli dengan apa yang ada dibenak mereka tentang

Kau justru tertunduk malu, meski pandangan mereka takkan mampu menembus tiap detail lekukmu.
Terus berjalan, tanpa peduli dengan apa yang ada di benak mereka tentangmu.

Kau malu...
Malu, karena kau tak ingin ditatap oleh mereka yang tak halal bagimu.
Sebegitukah kau menjaga dirimu?

Tak satupun fotomu dapat ditemukan, tak sepintas pesonamu kau tunjukkan.
Bahkan kau tak peduli jikalau tak banyak orang yang dapat mengenali siapa dirimu.
Rasa malumu itu mungkin telah berhasil membuat bidadari surga cemburu.

Lalu, bagaimana denganku?
Dapatkah aku menjadi sepertimu?
Sejenak kekhawatiran menyelimuti hati dan juga pikiranku.
Aku takut imanku goyah sewaktu-waktu. Takut...akan lunturnya semangat istiqomahku.

Walau begitu...
Aku mengagumimu, mengagumi wanita yang seperti itu.
Wanita yang 'tidak ingin dilihat' dan begitu memelihara rasa malu.
Untuk Dia dan kekasih halalmu, kau rela melakukan semua itu.
Terimakasih wanita "pemalu" yang telah menjadi inspirasiku.
Semoga aku dapat menyamai langkahmu...

By
Lia

KAU MENCINTAINYA DENGAN MUBAZIR


Kau mencintainya dengan mubazir
mengulur-ulur waktu untuk bahagia
bertahan bertahun-tahun dalam luka
perasaan setangguh apa yang kau punya?

Kau mencintainya dengan mubazir
menunda-nunda melanjutkan hidup
bertahan terus dalam rasa kalut
hati siapa yang sedang kau jaga?

Kau mencintainya dengan mubazir
enggan berdamai dengan diri sendiri
memaksakan diri memiliki hingga nanti
padahal jelas sudah dia tak lagi bergairah

mau sampai mengurung diri dalam semu
menanam begitu banyak sepi di dadamu
kau tahu yang kau pertahankan itu tak ada
kau hanya sedang menabur derai hujan luka

Kau mencintainya dengan mubazir
sepanjang tahun tak berganti rasa
sebanyak langkah yang kau dapatkan duka
namun kau betah tenggelam berlama-lama

source : Boy candra

Memeluk Kehilangan


Perlahan tapi pasti aku aku mulai menerima semua yang telah terjadi
Sekarang aku telah mengikhlaskan ke pergian mu
Bahwa dunia ku kini isinya bukan lagi segala tentang mu

Jujur sebenarnya sulit bagiku menerima semua ini
Baru sekali aku merasakan indahnya cinta
namun dengan sekejap kau hancurkan mimpi-mimpi ku dengan begitu tega

Pernah suatu waktu aku protes pada tuhan " Kenapa semua ini engkau hadirkan padaku? " Tapi bukankah dengan aku yang seperti itu sama saja menentangnya?

Setelah pikiran warasaku kembali bekerja
Aku teringat bahwa yang baik akan di sandingkan dengan yang baik pula
Bukankah jodoh itu cerminan hati
Bukan berarti aku tidak baik,
hanya saja aku lebih baik bila mana kita tidak bersama

Bukankah rencana tuhan itu lebih sempurna

Apakah Kita Akan Bertemu


Aku masih belum tidur meskipun tubuhku lelah dihabisi gerakan Yoga malam tadi. Dan, aku masih di depan laptopku, mendengarkan suara air conditioner yang makin lama membuat kamarku makin sunyi. Hidupku semakin sunyi, apalagi semenjak kamu pergi.

Mataku masih menatap layar laptop sambil terus memperhatikan barisan abjad yang harus aku koreksi ulang. Buku kedelapanku, Sama Dengan Cinta, segera terbit, buku yang aku ceritakan padamu, yang dengan bangga kausambut dengan tepuk tangan riuh. Mas, betapa aku rindu candaanmu, betapa aku rindu hangatnya perhatianmu, dan betapa aku kedinginan menantimu pulang meskipun hujan yang turun tidak akan membuatmu segera pulang ke rumahmu-- ke rumah kita.

Aku sedang membaca bagian "Pemuja Rahasia" di buku kedelapanku. Seketika, aku sedang memposisikan diriku yang memujamu dari ujung kepala sampai ujung kaki. Kamulah gambaran pria sempurna yang aku impikan. Manis, humoris, kulit eksotis, memesona, pandai, gondrong, mendhok, sangat Jawa sekali. Singkatnya, aku tidak bisa menolak untuk tidak mencintaimu. Kamulah jawaban dari semua doaku. Aku mengira kamulah yang akan tetap tinggal, hingga setiap doaku selalu terselip namamu, hingga setiap jantungku mendenyutkan namamu. Namun, nyatanya? Kamu pergi begitu saja, menganggapku sama seperti perempuan lainnya, memposisikan aku sebagai pemuja, bukan pencinta. Padahal, kalau boleh sedikit berbisik di telingamu, aku ingin mengatakan bahwa aku bukan sekadar fansmu, aku penggemarmu nomor satu, yang dengan senang hati; akan berjanji membahagiakanmu-- jika suatu hari kamu milikku nanti.

Kepergianmu yang tiba-tiba adalah kiamat kecil bagiku.
Tahukah kamu rasanya menjadi seorang yang setiap hari menatap ponselnya hanya untuk menunggu chat-mu?

Tahukah kamu rasanya jadi seseorang yang diam-diam memperhatikan seluruh sosial mediamu hanya untuk mengobati perih dan sakitnya rindu?

Tahukah kamu betapa menderitanya jadi seorang yang hanya bisa berprasangka, hanya bisa mengira, hanya bisa menerka bagaimana perasaanmu padaku selama ini?

Tahukah kamu begitu tersiksanya hidup menjadi orang yang selalu bertanya-tanya, ke sana ke mari, mencarimu ke mana-mana, sementara kamu melenggang seenaknya seakan tidak terjadi apa-apa di antara kita?

Tahukah kamu perihnya menahan diri untuk tidak menghubungimu lebih dahulu karena aku begitu tahu diri bahwa kita tidak pernah ada dalam status dan kejelasan?

Tahukah kamu lelahnya menjadi orang yang terus berharap, terus berkata dalam hati, begitu percaya bahwa suatu hari kamu akan kembali?

"Dia pasti chat aku, kok. Satu hari lagi. Dua hari lagi. Satu minggu lagi. Dua minggu lagi.
Tiga minggu lagi. Satu bulan." Dan, aku masih menghitung hari, menunggu kamu pulang, menunggu ingatanmu kembali padaku. Tahukah kamu betapa tersiksanya aku ketika kamu tidak memberi kabarmu, ketika kamu tidak menyapaku, ketika tak ada lagi percakapan di antara kita, dan ketika kamu tiba-tiba menghempaskanku ke dasar daratan, ketika kita sedang asik-asiknya terbang bersama? Katakan padaku, bahwa aku terlalu berlebihan, aku terlalu berdrama, aku terlalu membawa perasaan. Aku tidak peduli apa kata orang, mereka tidak pernah paham betapa dalamnya perasaanku, seperti kamu yang tidak pernah mengerti betapa aku mencintaimu.

Aku merindukan caramu memperlakukanku seperti perempuan Sunda, memanggilku dengan panggilan "Teteh", padahal kamu jelas tahu-- rumah simbahku dan rumah ayahku yang ada di Prawirotaman, Jogja itu. Aku rindu semua pertanyaan yang kamu lontarkan padaku di tengah-tengah kesibukanmu. Aku rindu caramu membalas pesanku dengan tergesa-gesa, lalu meninggalkanku lagi untuk beberapa jam, lalu menyapaku setelah pekerjaanmu selesai. Betapa aku rindu menit-menit singkat yang aku lewati, meskipun aku harus melewati belasan jam dalam sehari, hanya untuk enam puluh menit berharga bersamamu.

Mungkin, kamu selalu bertanya, mengapa aku bisa dengan mudah jatuh cinta padamu? Kalau aku bercerita panjang lebar, tentu ceritaku akan jadi buku kesembilanku. Dengarlah, duduklah di hadapanku, dan tatap mataku dalam-dalam. Aku sudah memperhatikanmu, bertahun-tahun, bahkan sebelum kita saling mengenal, bahkan sebelum insiden kamu salah mengirim chat, bahkan sebelum kita begitu dekat. Aku sudah menjadi pemuja rahasiamu, bahkan sebelum kita saling menyapa. Aku sudah mencintaimu jauh-jauh hari, meskipun aku tidak pernah tahu siapa dirimu, bagaimana keseharianmu, siapa saja kekasihmu, siapa saja gebetanmu. Bagiku, semua itu tak penting. Aku mencintaimu. Mencintaimu. Mencintaimu. Dan, akan terus begitu. Meskipun kamu, sekali lagi, tidak akan pernah tahu.

Aku masih menanti, suatu hari kamu akan memperlakukanku sehangat kemarin. Dan kita tertawa, bercanda, memeluk awan, meraih bintang, menari bahagia di permukaan Saturnus. Aku masih menunggu, hari-hari saat kamu kembali. Dan aku bisa rasakan hangatnya pelukmu yang dulu pernah menjadi mimpi kecilku, bisa aku rasakan desah napasmu ketika kamu berbisik di telingaku, bisa aku rasakan denyut jantungmu ketika peluk kita begitu erat hingga sulit dilepaskan, bisa aku dengar suara mendhok-mu yang menyanyikan lagu JKT48, bisa aku rasakan rapatnya jemarimu ketika memegang jemariku, dan aku bersumpah demi apapun tidak akan melepaskanmu.

Aku masih menanti, pertemuan kita yang segera terjadi. Beberapa hari lagi, aku akan ke kotamu, ke kota kita, Jogjakarta. Aku dan penerbitku menyapa para sahabat pembaca di Jogjakarta, Solo, dan Semarang; dalam acara Meet And Greet bersama Dwitasari. Sungguh, aku tidak berharap lebih. Seandainya bisa bertemu denganmu, aku hanya ingin menatap sinar matamu, mata yang entah mengapa selalu membuatku percaya, masih ada cinta di sana.

Sungguh, aku tidak berharap lebih. Keinginanku sederhana. Kita duduk berdua saja, di Alun-alun Selatan Jogjakarta. Tidak ada percakapan yang terjadi, hanya hati kita yang saling menghampiri. Kamu menggenggam jemariku, aku menggenggam jemarimu. Kita menghela napas sesaat, masih tak percaya bahwa pada akhirnya kita sampai di titik ini. Dulu, aku hanya bisa menatap chat-mu, namun pada akhirnya aku bisa benar-benar menatapmu. Lalu, kamu memandangiku, aku memandangimu. Kamu mendekat. Semakin dekat. Bisa aku rasakan aroma tubuhmu. Bisa aku rasakan rambut gondrongmu menyentuh wajahku. Kita.....

Beranikah? Aku menantangmu.

yang memuja kepolosanmu.

Tentang Pesan Untuk Laki Laki


Tentang PESAN  UNTUK LAKI LAKI

Perempuan bukan cuma di tiduri
Perempuan bukan bahan perkosaan
Perempuan bukan buda Nafsu

TAPI,,,.......

Perempuan untuk dihargai
Perempuan untuk di hormati
Perempuan untuk disetarakan
Perempuan untuk disejajarkan.....

KARENA...!!

Dari Rahim perempuan lah kita lahir....
Dari Asi perempuan Otak kita berkembang ....
Tak ada perempuan
kita tak bisa berkembang biak......

Karya : Inda NS

PINTU HATI TAK SEPERTI BENDUNGAN


Pintu hati tak seperti bendungan,
Yang kapan pun aman di buka tutup tidak merembas.
Dalam urusan perasaan, sekali pintu hati di biarkan terbuka
Maka akan susah untuk menutupnya kembali.
Tetap merembes bahkan lubang bocornya bertambah dan jebol di mana mana.
Membahayakan seluruh bendungan

Maka jika kita belum siap
Belum niat serius
Maka jangan suka membuka pintu hati
Dan tentu saja jangan mau di gombalin
Oleh orang yang terbiasa membuka pintu hatinya untuk yang lain
Pintu bendungan dunia nyata saja hanya dalam kondisi tetentu di buka tutupnya.

Sama halnya Saat kita tertawa,
hanya kitalah yang tahu persis apakah tawa itu bahagia atau tidak.
Boleh jadi kita sedang tertawa dalam seluruh kesedihan atau penuh kepura puraan
Orang lain hanya melihat wajah.
Tak bisa melihat hati

Baca Juga Artikel Lainya