Secara umum Al Qur’an menjelaskan bahwa pezina tidak menikahi kecuali dengan pezina pula atau orang musyrik, dan diharamkan bagi orang beriman menikahi atau dinikahi mereka. Hal ini digambarkan oleh Allah SWT dalam firmannya:
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak di kawini melainkan oleh laki-laki yang berzina, atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mu’min.” (QS. 24:3)
Jadi tidak halal bagi seorang mu’min laki-laki maupun wanita menikah dengan pezina. Pendapat ini merupakan pendapat Imam Ahmad, Ibnu Hazm, dan dirajihkan oleh Imam ibnu Taimiyah dan Imam Ibnul Qayyim. Sedangkan Jumhur Ulama berpendapat bahwa ayat tersebut bukan menunjukkan pengharaman menikah dengan pezina tetapi sekedar celaan terhadap perbuatan tersebut. Jumhur ulama berhujah dengan hadits:
“Sesungguhnya seorang lelaki berkata kepada Nabi SAW tentang istrinya: ‘Sungguh istri saya tidak menolak tangan laki-laki yang menyentuhnya (artinya berzina). Lalu Nabi SAW berkata: ‘Ceraikan istrimu’, kemudian lelaki itu menjawab: ‘Sesungguhnya aku masih mencintainya Ya Rasul. Rasul berkata: ‘Kalau begitu pertahankan dia (tetap jadi istrimu)”.
Imam Ahmad mengatakan bahwa hadits tersebut adalah hadits munkar dan Imam Ibnul Jauzi memasukkannya ke dalam hadits-hadits lemah. Demikian pula Abu Ubaid menyatakan bahwa hadits tersebut bertentangan dengan Al Qur’an dan Sunnah yang masyhur (Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq: 2/233).
Akan tetapi, para ulama sepakat apabila orang yang pernah berzina, menyesali dosa-dosanya dan bertaubat dengan taubat nashuha, serta bersumpah untuk tidak akan pernah terjatuh di lubang yang sama untuk kedua kalinya, maka orang seperti ini tidak bisa disamakan dengan pezina dan insya Allah dosanya diampuni Allah. Predikat ‘pezina’ hanya disandang oleh orang yang masih aktif melakukannya. Sedangkan orang yang pernah sekali tercebur dalam dosa itu, tidak disebut dengan predikat itu. Allah SWT berfirman:
“Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya). (Yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina. Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka mereka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al Furqan: 68-70)
Baginda Nabi SAW bersabda pernah bersabda:
“Orang yang bertaubat dari dosanya seperti orang yang tidak pernah berdosa” (Al-Mughni 6/603). Selanjutnya mereka dianggap sebagai orang baik-baik (Thayyib/thayyibah).
Jadi laki-laki yang pernah berzina lalu bertaubat boleh menikah dengan wanita baik-baik, sebaliknya wanita yang pernah berzina kemudian bertaubatpun boleh menikah dengan laki-laki baik-baik. Demikian pula laki-laki yang pernah berzina kemudian bertaubat boleh menikah dengan wanita yang pernah berzina lalu bertaubat (pendapat Jumhur Ulama) (Al-Fiqhul Islami wa Adilatuha, DR. Wahbah Az-Zuhaili: 7/149; Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq: 2/231-234) sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nur: 26:
اَلزَّانِيْ لَا يَنْكِحُ اِلَّا زَانِيَةً اَوْ مُشْرِكَةً ۖوَّالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَآ اِلَّا زَانٍ اَوْ مُشْرِكٌۚ وَحُرِّمَ ذٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَaz-zānī lā yangkiḥu illā zāniyatan au musyrikataw waz-zāniyatu lā yangkiḥuhā illā zānin au musyrik, wa ḥurrima żālika 'alal-mu`minīn
Artinya : “Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula)…”.
Ulama sepakat yang dimaksud ‘yang keji’ disini adalah ‘pezina’ karena berkaitan dengan kisah Aisyah ra dengan Shafwan bin Mu’attal yang dituduh berbuat keji sampai kemudian Allah SWT sendiri membatalkan tuduhan keji tersebut dalam Al Qur’an dan menjelaskan bahwa Aisyah r.a. adalah wanita baik-baik yang diperuntukan untuk laki-laki baik-baik bahkan yang terbaik yaitu Rasulullah SAW.
Ibnu Abbas pernah ditanya oleh seorang lelaki: “Aku sungguh suka kepada seorang wanita, lalu aku melakukan sesuatu yang diharamkan Allah SWT (berzina), kemudian Allah membukakan pintu taubat untukku, dan aku ingin menikahi wanita itu.”
Orang-orang mengatakan: ‘Sesungguhnya pezina tidak menikahi kecuali pezina atau orang musyrik’. Ibnu Abbas lalu berkata: “Hal itu tidak relevan untuk orang ini, lalu berkata: ‘Nikahi wanita itu, nanti kalau hal itu berdosa maka dosanya akan aku tanggung’ (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim).
Ibnu Umar juga pernah ditanya oleh seorang lelaki yang berbuat mesum dengan seorang wanita, “Apakah aku boleh menikahinya? Beliau berkata: “Ya apabila kalian berdua bertaubat dan melakukan kebajikan”.
Wallahu a’lam bi ash-Showab