Kyai Ageng Tarub dan keturunan nya
Kurang lebih pada tahun 1300 M ada utusan ( Mubaligh ) dari Arab yaitu Syeh Jumadil Kubro (Jamaluddin Akbar) beliau mempunyai putri bernama Thobiroh dan Thobiroh mempunyai putra Syeh Maulana Maghribi. Pada saat itu beliau mendapat perintah untuk mengembangkan Syiar agama Islam di Tanah Jawa, karena pada saat itu orang-orang jawa masih memeluk agam Budha serta pada saat itu juga orang-orang jawa masih ahli dalam bertapa dalam hal mendekatkan diri dengan Sang Pencipta, sehingga orang-orang Tanah Jawa banyak yang istilah jawa disebut “ Ora Tedhas Papak Palu ning Pande “ ( Kebal kulitnya terhadap senjata apapun ).
Kemudian Syeh Maulana Maghribi mulai memasukkan syariat Islam di tengah-tengah masyarakat Jawa dalam berKhalwat untuk mendekatkan diri kepada ALLAH dengan cara bertapa pula sehingga seperti budaya masyarakat Jawa yang masih beragama budha dengan maksud untuk menarik perhatian masyarakat jawa untuk bias memeluk agama Islam. Namun cara bertapa yang dilakukan oleh Syeh Maulana Maghribi lain dengan cara yang dilakukan oleh masyarakat Jawa umumnya, Syeh Maulana Maghribi dalam bertapa dengan cara naik ke atas pohon dengan menggelantungkan badannya seperti kelelawar cara seperti ini oleh masyarakat Jawa disebut dengan bertapa Ngalong ( Kalong ) kemudian dalam bertapa Syeh Maulana Maghribi bertemu dengan putrid Bupati Tuban I yang bernama DEWI RETNO ROSO WULAN adik perempuan R. Sahid ( Sunan Kalijaga ). Yang saat itu Dewi Retno Roso Wulan diperintah oleh Ayahandanya Adipati Wilotikto untuk melakukan bertapa Ngidang dengan cara masuk hutan selama 7 tahun tidah boleh pulang dan tidak boleh makan kecuali makan daun-daun yang berada di hutan.
Perintah bertapa ini dilakukan oleh Dewi Retno Roso Wulan agar supaya cita-citanya untuk bertemu dengan kakaknya Raden Sahid dapat terwujud. Namun dalam proses pencarian R. Sahid berjalan ia bertemu dengan Syeh Maulana Maghribi, pertemuan ini terjadi pada saat masih menjalankan bertapa, dan dari pertemuannya ini mereka terjalin rasa saling mencintai dan saling ada kecocokan yang akhirnya menjadi suami istri . Pertemuan keduanya yang sudah menjadi suami istri, dilanjutkan dengan pulang ke Adipati Tuban untuk menghadap Ayahandanya, tetapi Dewi Retno Roso Wulan yang sudah dalam keadaan hamil pulang seorang diri dan tidak bersama suaminya Syeh Maulana Maghribi. Sesampainya di Kadipaten Tuban Dewi Retno Roso Wulan ditanya oleh Ayahandanya “ Siapa Suamimu, sehingga kamu pulang dalam keadaan hamil? “ Saat ditanya Dewi Retno Roso Wulan diam tidak menjawab karena rasa takutnya kepada ayahandanya, akhirnya Dewi Retno Roso Wulan kembali ke hiutan untuk mencari suaminya yaitu Syeh Maulana Maghribi ayah dari anak yang dikandungnya itu. Ditengah perjalanannya Dewi Retno Roso Wulan melahirkan seorang bayi laki-laki yang keliahatan lucu, tempat dimana Dewi Retno Roso Wulan melahirkan bayi itu sampai sekarang diberi nama Desa BABAR.
Setelah si Jabang bayi lahir niat untuk mencari Syeh Maulana Maghribi ayah dari bayi itu oleh Dewi Retno Roso Wulan tetap dilanjutkan dan saat mencari ayah si bayi Dewi Retno Roso Wulan masih dalam keadaan bertapa. Kemudian bayi di letakkan di Sendang ( Mata Air) dekat Syeh Maulana Maghribi bertapa diatas pohon Giyanti. Setelah melihat istrinya datang dengan bayinya Syeh Maulana Maghribi turun dari pertapaannya untuk menimang bayi yang putranya sendiri hasil pernikahannya dengan Dewi Retno Roso Wulan, entah ada rahasia apa yang kemudian bayi itu dibuatkan tempat yang sangat indah dan terbuat dari emas yang disebut BOKOR KENCONO.
Sementara itu Dewi Kasihan ditinggal wafat suami tercintanya yang bernama Aryo Pananggungan dan belum dikaruniai keturunan, karena sayangnya Dewi Kasihan terhadap suaminya walau sudah wafat setiap malam ia selalu menengok makam suaminya. Pada saat itu Syeh Maulan Maghribi membawa putranya yang telah dimasukkan ke Bokor Kencono kemudian diletakkan didekat makam Aryo Pananggungan tersebut.
Di malam itu juga kebetulan Dewi Kasihan keluar dari rumah menengok arah makam suaminya, ternyata didekat makam suaminya ada Bokor Kencono yang sangat indah tersebut dan ternyata didalamnya ada bayi yang sangat mungil dan sangat lucu. Serta ada tulisan bahwa bayi itu bernama Nur Rohmat dan siapapun yang merawat hendaknya memberikan Nama Julukan agar anak tersebut berkembang dengan baik.
Disaat itu pula Dewi Kasian sangat terperanjat hatinya ketika melihat si jabang bayi, lalu diambilnya jabang bayi itu lalu dibawa pulang. Kabar mengenai orang meninggal bias memberikan anak pada istri jandanya telah tersiar sampai kepelosok negeri.
Masyarakat berbondong-bondong ingin melihat kebenaran berita tersebut. Akhirnya Dewi Kasihan yang semula tidak memiliki harta benda namun dengan adanya kabar tersebut yang bisa mendatangkan banyak orang dan banyak memberikan uluran tangan kepada Dewi Kasihan sehingga lambat laun Dewi Kasihan menjadi kaya rayaberkat uluran tangan dari orang-orang yang dating melihat bayi tersebut. Jabang bayi tersebut oleh Dewi Kasihan diberi nama JOKO TARUB.
Nama JOKO TARUB diambil dari kata TARUBAN yang diatas makam suaminya, karena saat jabang bayi diambil Dewi Kasihan berada diatas makam ARYA PENANGGUNGAN atau suaminya, dimana makam tersebut dibuat bangunan TARUBAN.
Pada usia kanak-kanak JOKO TARUB mempunyai kegemaran menangkap kupu-kupu di lading, setelah dewasa JOKO TARUB mulai berani masuk hutan untuk mencari burung-burung dihutan pada suatu saat Joko Tarub sedang mencari burung dihutan Joko Tarub bertemu dengan orang tua (Syaikh Maghribi Sang Ayahandanya) yang memberikan bimbingan ilmu Agama dan diberi aji-aji dan Pusaka yang diberi nama “ TULUP TUNJUNG LANANG “.
Diwaktu mendapat pusaka berupa tulup tersebut JokoTarub langsung bergegas pulang untuk menyampaikan berita tersebut kepada ibu asuhnya yakni Dewi Kasian,selain itu juga Joko Tarub bercerita bahwa di tengah hutan Joko Tarub telah berjumpa dengan orang yang sudah sangat tua, dalam pertemuannya itulah Joko Tarub diberi Pusaka berupa sebuah TULUP ( Sumpit. Red ) yang diberi nama “ TULUP TUNJUNG LANANG “, mengingat rasa sayangnya kepada Joko Tarub anak satu-satunya Dewi Kasihan tidak memperbolehkan lagi Joko Tarub pergi ke hutan untuk mencari burung, mereka khawatir kalua anak satu-satunya ini diterkam binatang buas atau dibunuh orang yang tidak senang dengan Joko Tarub. Namun Joko Tarub tidak takut lebih-lebih sekarang dia telah memiliki bekal pusaka Tulup Tunjung Lanang, maka Joko Tarub masih saja senang masuk hutan untuk berburukususnya burung-burung.
Kebiasaan berburu burung tetap saja dilakukan oleh Joko Tarub sehingga pada suatu ketika saat Joko Tarub sampai di atas pegunungan, dia mendengar suara burung perkutut yang sangat indah sekali suaranya. Kemudian pelan-pelan Joko Tarub mendekati arah suara burung perkutut itu berada, setelah menemukannya langsung Joko Tarub melepaskan anak tulup itu kearah burung tersebut, namun usahanya gagal. Dan kegagalannya itu membuat si Joko Tarub berfiki dan beranggapan bahwa burung Perkutut itu pasti bukan sembarang burung atau bukan burung Perkutut biasa.
Usaha berburu burung dilanjutkan hingga terdengar lagi suara burung dari arah selatan, kemudian dia dekati lagi dengan sangat pelan-pelan lalu dilepaskannya lagi anak tulup kearah burung tersebut, akan tetapi tidak mengenainya lagi dan ternyata anak tulup justru mengenai dahan pohon jati dimana burung perkutut itu hinggap dan bersuara. Dan tempat yang ditinggalkan burung perkutut tadi sekarang diberi nama “ KARANG GETAS “. Usaha berburu burung selalu gagal sehingga Joko Tarub merasa sedih, karena kesedihannya maka Joko Tarub memberinya nama “ DUKUH SEDAH “.
Kemudian terdengar lagi suara burung dari arah yang sama didekati dengan pelan-pelan dan pada posisi yang strategis dan burung dalam keadaan terpojok, maka anak Tulup pun kembali dilepaskan namun tidak kena lagi dan burung pun terbang kea rah selatan lagi, dan tempat tersebut diberi nama “ DUKUH POJOK “. Akan tetapi Si Joko Tarub pemuda yang tidah mudah putus asa maka upaya memburu burung perkutut tadi terus saja dilakukan. Burung perkutut yang dia buru tadi terbang kea rah selatan terus dan hinggap di sebuah pohon asam, Joko Tarub selalu berusaha melepaskan anak tulupnya kearah burung tersebut akan tetapi usahanya selalu gagal dan burung itu terbang lagi menuju arah selatan terus. Dan tempat burung perkutut hinggap di pohon asam tadi dan tempat yang ditinggalkan diberi nama “ DUKUH KARANGASEM “
Sambil mengejar burung perkutut yang selaluterbang menuju arah selatan Joko tarub sambil merenungi burung tersebut, dalam ucapannya mengatakan ini burung yang wajar ataukah burung yang merupakan godaan? Dan tempat Joko Tarub merenungkan burung tersebut maka diberi nama “ DUKUH GODAN”. Setelah merenung sesaat lantas Joko Tarub kembali bergegas untuk mengejar burung buruannya tadi yang menuju kea rah selatan dan terus keselatan, dan tempat melihat burung terbang menuju arah selatan Joko Tarub memberikan nama “ DUKUH JENTIR”.
Karena kemauannya yang keras Joko Tarub terus berusaha mengejar dan melacak kea rah selatan dimana burung perkutut tadi terbang, ketika saat pencariannya Joko Tarub tiba disuatu tempat yakni SENDANG TELOGO dan di tepi sendang itu Joko Tarub Menancapkan Tulup Pusakanya, karena saat itu tiba waktunya Sholat Dzuhur, sambil istirahat Joko Tarub menuju kearah sendang untuk mengambil air wudlu untuk Sholat Dzuhur. Disaat Joko Tarub berwudlu tiba-tiba datanglah bidadari untuk mandi, saat itu pula ada salah satu pakain dari bidadari yng diletakkan diatas Tulup Pusaka Joko Tarub yang sedang ditancapkan ditepi sendang, setelah habis wudlu dan sholat dzuhur Joko Tarub langsung pulang tanpa membawa buah hasil buruannya kemudian sesampainya dirumah Joko tarub laporan kepada ibunya sambil berkata “ Ibunda saya berburu hari ini tidak mendapatkan satu burung pun, akantetapi saya hanya mendapatkan pakain perempuan yang ditaruh diatas tulup saya dan dia sedang mandi di SENDANG TELAGA……”
Tanpa banyak bertanya sang Ibu langsung menyimpan pakaian tersebut di ruang kusus untuk menumpuk padi ( Lumbung.red ), kemudian Joko Tarub bergegas kembali lagi ke sendang dengan membawa pakaina ibunya, setelah sampai di dekat sendang ternyata para bidadari sudah terbang, dan masih ada yang tertinggal satu bidadari yang masih berada di tepi sendang Telogo dengan menangis sedih sambil berkata “ Sopo sing biso nulung aku, yen wadon dadi sedulur sinoro wedi, yen kakung tak dadekke bojoku “ artinya “ Barang siapa yang bis menolong aku jika dia perempuan aku jadikan saudaraku dan jika dia laki-laki maka akan saya jadikan suami” disaat itu Joko Tarub mendekat di bawah pohon sambil melontarkan pakaian ibunya tadi, setelah berpakaian bidadari itu langsung diajak pulang ke rumah ibunya dan disampaikan kepada ibunya bahwa putrid ini adalah putri Sendang Telogo.
Sesuai dengan Ikrar atau janji sang bidadari yang menyatakan “ Sopo sing biso nulung aku, yen wadon dadi sedulur sinoro wedi, yen kakung tak dadekke bojoku “, akhirnya Joko Tarub menikah dengan bidadari yang bernama DEWI NAWANG WULAN. Adapun sendang yang digunakan untuk mandi bidadari diberi nama “ SENDANG TELOGO BIDADARI “ yang berada di DUKUH SREMAN desa POJOK Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan.
Tanah Sendang Telaga Bidadari tersebut milik Keraton SURAKARTA HAININGRAT atau disebut TANAH PERDIKAN, dan sampai saat ini lokasi Sendang Bidadari oleh masyarakat masih dikeramatkan kususnya pada malam 10 Muharam.
Setelah Joko Tarub menikah dengan Dewi Nawang Wulan mendapat gelar KI AGENG atau SUNAN TARUB, beliau menyebarkan Agama islam untuk meneruskan perjuangan ayahandanya yakni Syekh Maulana Maghribi. Dalam pernikahannya beliau dikaruniai seorang keturunan yang diberi nama DEWI NAWANGSIH.
Nilai-Nilai yang terkandung dalam legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan”.
- Nilai Moral
Setelah membaca legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” dapat diambil nilai-nilai moral yang tekandung didalamnya. Seperti, kita harus berlaku jujur dengan tindakan-tindakan kita. Ketidakterusterangan Nawang Wulan kepada Joko Tarub bahwa dia adalah seorang bidadari, dan kedustaan Joko Tarub yang sebenarnya telah mencuri pakaian dan selendang Nawang Wulan berakibat mereka harus berpisah. Nawang Wulan harus kembali ke kahyangan walaupun ia sangat mencintai suaminya. Dalam legenda ini diajarkan bahwa sebaik-baiknya kita menyimpan kebohongan akan ketahuan juga pada akhirnya.
Perilaku yang baik akan ditunjukkan dengan memegang amanah yang dipercayakan kepada kita. Amanah Nawang Wulan untuk tidak melihat sesuatu yang ditanak olehnya, dilanggar oleh Joko Tarub karena sifat manusia yang selau ingin tahu.
Ini merupakan tantangan yang berat bagi setiap manusia. Berlaku jujur dan terbuka. Serta menjaga kepercayaan yang begitu sulit dilaksanakan oleh manusia. - Nilai Sosial,
Nilai-nilai lain yang tersirat dari legenda ini adalah nilai sosial. Nilai sosial merupakan nilai yang terkandung dalam menjalani hidup bermasyarakat atau bergaul dengan orang lain disekitar kita.
Nilai sosial dalam legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” ditunjukkan ketika rekan-rekan dari Nawang Wulan meninggalkan dirinya sendirian di telaga. Ini tidak menunjukkan kesetiakawanan yang selama ini mereka bina. Mereka bertujuh selalu bersama-sama. Namun, ketika salah seorang teman mereka mengalami kesulitan tidak ada yang membantu Nawang Wulan. Nawang Wulan justru malah ditinggalkan sendirian di bumi yang asing bagi mereka.
Sebaiknya kita sebagai sesama makhluk Tuhan harus saling tolong menolong dan membantu dalam keadaan apapun. Walaupun hasilnya akan nihil, setidaknya kita berusaha membantu semaksimal mungkin. - Nilai Etika,
Nilai etika merupakan nilai-nilai kesopanan yang tersirat dari sebuah peristiwa. Seperti nilai etika yang terkandung dalam legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” dalam cerita di atas. Nilai-nilai kesopanan yang terlihat adalah ketika Joko Tarub mengintip ke tujuh bidadari yang sedang mandi di telaga, apalagi sampai menyembunyikan salah satu pakaian dari bidadari tersebut di dalam lumbung padi rumahnya. Pada akhirnya perbuatan ini menimbulkan prahara dalam biduk rumah tangga Joko Tarub. Tindakan seperti ini sungguh tidak terpuji. Apalagi setting tempat legenda ini berasal dari daerah jawa. Terkenal dengan tata krama dan kesopanan yang maha tinggi. Sungguh tidak mencerminkan budaya jawa.
Sifat-sifat seperti itu hendaknya untuk ditinggalkan dengan memperteguh iman dan taqwa kepada Tuhan. - Nilai Estetika,
Nilai estetika atau nilai keindahan pada legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” adalah cara menggambarkan kecantikan dan keelokan ke tujuh bidadari yang sedang mandi di telaga. Kecantikan Nawang Wulan yang akhirnya menjadi penguaasa laut selatan juga memiliki nilai estetika sendiri. Selain itu juga perasaan cinta yang dimiliki oleh sepasang makhluk Tuhan yang saling mencintai menggambarkan suasana yang indah.
Maka, setiap keelokan yang sedap dipandang mata dan enak dirasa pada setiap penikmatnya akan menimbulkan kesan keindahan yang mendalam. - Nilai Budaya,
Nilai-nilai budaya yang terdapat dalam legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” adalah budaya yang sejak dulu terjaga sampai saat ini yaitu kepercayaan tentang adanya Nyi Roro Kidul di pesisir pantai selatan. Pada setiap waktunya warga pesisir memberikan sesajen kepada ratu penguasa laut selatan tersebut, sebagai wujud terima kasih telah menjaga laut kidul dari bencana dan marabahaya. - Nilai Religi.
Nilai-nilai religi yang dapat dijumpai pada legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” adalah terdapat dewa-dewi, bidadari dan roh halus yang ada pada cerita di atas.
Ini menunjukka ada kepercayaan animisme, atau percaya pada roh halus atau roh nenek moyang.
Kepercayaan tentang adanya roh halus yang disembah juga merupakan salah satu bentuk animisme meskipun sekarang tingkat kekentalan animismenya berkurang karena telah bergeser dengan adanya agama.
Roh halus sudah tidak dijadikan sesembahyang lagi tetapi sudah menjadi legenda terutama di kawasan pesisir selatan.
Menurut beberapa catatan dan keterangan dari berbagai sumber, termasuk dari Keraton Surakarta Hadiningrat, bahwa Kyai Ageng Ngerang mempunyai nama asli Siti Rohmah Roro Kasihan, setelah menikah dengan Ki Ageng ngerang, nama beliau berubah menjadi Nyai Ageng Ngerang. Beliau mempunyai tali lahir maupun batin dengan sultan – sultan dan guru besar agama yang bersambung pada Raja Brawijaya V, raja majapahit Prabu Kertabumi,
Beliau diberikan nama dengan sebutan Nyai Ageng Ngerang dan makamnya ada didusun Ngerang Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati, ada beberapa versi yang mengatakan, beliau senang membantu orang yang sedang di ganggu demit dan termasuk didusun Ngerang juga banyak demit yang pating sliwerang, kemudian dikalahkan dan diusir oleh beliau dari dusun itu, maka oleh karena itu beliau disebut Nyai Ageng Ngerang.
Dilihat dari silsilah beliau kebawah dan seterusnya. Nyai Ageng Ngerang yang makamnya di Ngerang Tambakromo Pati adalah Nyai Ageng Ngerang, Siti rohmah Roro Kasihan. Beliau di peristri Ki Ageng Ngerang I.Ki Ageng Ngerang I Putra dari Syaihk Maulana Malik Ibrahim. Dan atas perkawinan Nyai Ageng Ngerang dan Ki Ageng Ngerang I, beliau mempunyai dua orang Putra, Pertama adalah seorang putri dan belum diketahui dan dijelaskan namanya didalam buku – buku maupun sumber lain.
Putri Beliau yang pertama diperistri oleh Ki Ageng Selo. Dan Ki Ageng Selo adalah putra dari Ki Ageng Getas Pendawa. Putra yang kedua beliau adalah Ki Ageng Ngerang II yang disebut Ki Ageng Pati, makamnya sekarang berada di Ngerang Pakuan Juana, Ki Ageng Ngerang II mempunyai empat putra yaitu Ki Ageng ngerang III, Ki Ageng Ngerang IV, Ki Ageng Ngerang V dan Pangeran Kalijenar.
Sedangkan Ki Ageng Ngerang III, Makamnya sekarang ada di Laweyan solo Jawa Tengah. Ki Ageng Ngerang III ini yang telah menurunkan Ki Ageng Penjawi. Ki Ageng Penjawi, orang yang pernah menjadi Adipati Kadipaten pati setelah gugurnya Arya Penangsang, Arya Penangsang adalah adipati Jipang Panolan dan Arya penagnsang adalah putra Pangeran Sedalepen.
Ki Ageng Penjawi sangat berjasa dalam menumpas pemberontakan yang dilakukan oleh laskar Soreng yang dpimpin oleh Arya Penangsang, untuk membunuh semua keturunan Sultan Trenggono, karena iri hati. Sedangkan Ki Ageng Penjawi sebagai panglima perang bersama Danang Sutawijaya, Ki Juru Mertani, Ki Pemanahan ( tiga Serangkai ) akhirnya dapat mengalahkan Arya Penangsang beserta bala tentaranya.
Dari silsilah Nyai Ageng Ngerang keatas, beliau menjadi Putri bungsu Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng, atas pernikahanya dengan Dewi Nawangsih. Dan Raden Bondan Kejawan sendiri merupakan Putra dari Raja Brawijaya V, Raja majapahit, Prabu Kertabumi. Raja Brawijaya bertahta pada tahun 1468 – 1478 M.
Ayah Nyai Ageng Ngerang masih saudara Raden Patah. Raden Patah adalah orang yang pertama kali menjadi Sultan pada Kerajaan Islam pertama di pulau jawa, yaitu Kasultanan Demak Bintoro. Kerajaan islam pertama dijawa yang didirikan oleh Raden Patah dan Raden Patah bergelar “Akbar Alfatt” Raden Patah juga Putra Raja Brawijaya V dengan ibu keturunan Champa, daerah yang sekarang adalah perbatasan Kamboja dan Vietnam.
Baca Juga : Dari perkawinan raden bondan kejawan dan nawang asih
Sumber : wiyonggo seto